Tanggal 5 April, sepuluh tahun lalu. Kurt Cobain, vokalis kelompok musik Nirvana ditemukan meninggal di kamar atas rumah kakaknya di Seattle. Cobain memutuskan wafat dengan menembak diri, mengakhiri hidup yang penuh depresi. Seperti juga para legenda rock pendahulunya. Sebut saja nama seperti Jim Morrison, Janis Joplin, Jimi Hendrix, Bon Scott dan masih banyak lagi yang lain.
Sebenarnya hidup vokalis ini tidak terlalu susah-susah amat. Banyak orang yang mencintainya apa adanya. Namun, kepopuleran yang mendadak sepertinya membuat depresi. Hingga akhirnya ia memutuskan memilih narkoba sebagai jalan keluar. Tapi apa lacur, bukan ketenangan yang diraih, ketakutan-ketakutan terhadap banyak hal malah makin menambah depresi hidupnya. Ketergantungan pada narkoba dan berbagai masalah yang tak bisa dihadapi itulah yang akhirnya mengantarkannya menarik pelatuk pistol untuk mengakhiri hidup.
Cobain lahir di Aberdeen, Washington, pada tanggal 20 Februari 1967. Karena orang tuanya memutuskan berpisah, memaksa ia harus tinggal bersama kakaknya di Seatlle. Kehidupan di Seatlle tampaknya yang banyak menginspirasikan lagu-lagu karyanya. Seperti lagu ”Something in the Way”, ternyata diciptakannya saat ia memutuskan tak pulang dan menggelandang di kolong-kolong jembatan kota itu.
Cobain pertama kali bertemu Krist Novoselic pada tahun 1985. Bersama Krist, mereka memutuskan membuat grup musik. Hingga album Bleach dirilis, kelompok mereka masih beranggota empat orang, belum termasuk Dave Grohl. Baru pada saat mereka merilis Nevermind, Grohl bergabung sebagai dramer. Formasi ini kemudian yang menjadi formasi terbaik selama keberadaan Nirvana.
Dengan debut lagu ”Smell Like Teen Spirit”, mereka kemudian mengguncang dunia. Melahirkan genre musik baru, yang disebut-sebut sebagai alternatif, yang mengandalkan gerung kasar gitar elektronik dan harmonisasi manis melodi. Pilihan ini pun menjadi pujaan pada saat itu. Ditambah dengan ulah urakan Kurt Cobain, gema band ini makin menjadi-jadi.
Februari 1992, Cobain akhirnya mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi vokalis kelompok musik Hole, Courtney love. Dari pernikahan ini, mereka memiliki seorang anak yang kemudian dinamai Frances Bean Cobain. Nama ”Bean” sebenarnya atas permintaan Kurt. Karena ia pernah melihat anaknya seperti kacang, pada saat terapi USG dilakukan Courtney love.
Hingga tahun-tahun setelah penikahan, kehidupan Cobain menjadi makin tak menentu. Meskipun tetap melahirkan album-album yang laris manis di pasaran. Namun, tetap saja depresi yang diterimanya tak dapat ia tolak. Musim Semi 1993, album ketiga mereka berjudul In Utero dirilis. Namun harum penjualan album ini malah makin membuat parah depresi yang diterima Kurt. Pemakaian narkoba yang berlebihan membuatnya merasakan overdosis beberapa kali selama tahun tersebut.
Sesaat sebelum kematiannya, Kurt sempat membuat sebuah penampilan manis di panggung MTV Unplugged. Penampilannya yang terakhir inilah yang kemudian dijadikan album terakhirnya, berjudul Nirvana MTV Unplugged in NewYork.
Hingga kini beberapa karya miliknya tetap beredar di pasaran musik dunia. Bahkan gitar kesayangan miliknya, terakhir terjual hingga US$117 juta. Rupanya anak brandal ini belum berkurang juga sinarnya. Salah satu kabar terakhir yang diterima menyatakan bahwa pihak perusahaan Warner Bros–pun tampaknya berminat untuk membuat film tentang diri pemuda tersebut. Film yang didasari buku biografi Nirvana Heavier Than Heaven karangan Charles Gross
Pada masa hidupnya dia idola, di masa matinya dia legenda. Di sela-sela itu ia selalu dihinggapi mimpi buruk tentang perceraian orang tua, broken-home, kegelisahan, kemarahan, dan drugs. Sedangkan di satu sisi dia kerap bermimpi akan mencapai ketenangan, ketenaran, dan kejayaan artistiknya dalam bermusik. Kurt Donald Cobain menjalani masa kecil yang tidak biasa di Aberdeen Washington.
Tumbuh dan berkembang di antara pertikaian sesama keluarga, teman dan kawan bisnisnya. Ia merancang nasib sebagai musisi dan mengajak teman-temannya untuk membentuk band yang akhirnya sukses berat di era 90an, Nirvana. Pria yang kemudian menikah dengan Courtney Love (vokalis/gitaris Hole) ini kerap membuat resah dan merepotkan orang-orang di sekitarnya. Bersama Nirvana, Kurt memang telah mencapai hasil brilian dengan menciptakan karya-karya yang jenius, artistik dan sukses di pasaran. Sayang hal tersebut berbanding terbalik dengan segala keluhan dan kebenciannya terhadap industri, interaksi sosial, masa depan, sakit perutnya yang akut, atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Mati muda sepertinya adalah rancangan yang selalu membayangi ayah dari Frances Bean ini di setiap karya lirik, lukis dan catatan-catatannya. Pernah ia menulis, ” Seperti Hamlet, aku harus memilih antara kehidupan dan kematian.”, atau sepenggal liriknya di Pennyroyal Tea, ” Give me a Leonard Cohen afterworld, so I can sigh eternally.” Di saat tertentu adiksinya terhadap obat-obatan telah mencapai dosis maksimal. Sekejap kemudian kegelisahannya telah menjadi pekat. The drugs don’t work. Hingga akhirnya satu hari ia memutuskan untuk memutar album Automatic For The People-nya REM, menelan obat penenang, menyuntikkan heroin dan menarik pelatuk senapan yang tepat mengarah ke langit-langit mulutnya. Damai, cinta, empati, dan dor!… Kurt Cobain telah memilih bergabung dengan Hendrix, Joplin serta Morisson yang juga ‘selesai’ di usia 27 tahun. Editor majalah The Rocket dan jurnalis musik asal Seattle, Charles R Cross melukiskan perjalanan hidup Kurt Cobain secara lengkap lewat riset selama empat tahun, 400 wawancara, dan catatan dokumen penting lainnya. Heavier Than Heaven yang pertama kali diterbitkan oleh Hodden and Stoughton pada tahun 2001 ini telah menjadi salah satu buku terlaris tentang kehidupan seorang rockstar. Selama membaca buku ini anda mungkin akan tertarik dan larut. Sekilas akan merasa dekat dan mengenal sosok fenomenalnya – bahkan bagi yang belum mengenal nama Kurt Cobain sekalipun. Bagi mereka yang hidup di scene musik, rasanya tidak terlalu asing dengan sikap kontroversial yang dimiliki Kurt atau temen-temannya di Nirvana. Proses penceritaan yang runut dan mengalir menjadikan bacaan ini lebih menarik serta sulit untuk dihentikan. Kredit positif bagi penerbit Alinea yang telah merilisnya dalam versi bahasa Indonesia untuk pasar nasional. Buku ini telah mencapai penggambaran yang sempurna untuk sebuah kontroversi mengenai realita hidup, drugs dan rock n’ roll. Suatu pengalaman seorang musisi berbakat yang memiliki dua gairah utama ; Kesuksesan serta Kesedihan. Dan rupanya ia telah berhasil membunuh keduanya. Well, Heavier Than Heaven adalah kisah dan pelajaran hidup yang tidak bisa ditolak mudah hanya dengan sebuah ucapan ‘Nevermind’…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar